Di mata orang awam, yoga dan pilates kerap dianggap ‘beti’ alias beda tipis. Ada yang berkata pilates meminjam sejumlah pose yoga. Meski faktanya memang ada beberapa gerakan yang mirip, secara teknik terdapat perbedaan yang mendasar.
Perbedaan cara bernapas ialah yang paling mudah ditemukan. Teknik napas yoga menggunakan lubang hidung baik untuk ambil dan buang napas. Namun, di pilates untuk membuang napas, kita disarankan memakai mulut.
Riwayat Yoga
Dalam aspek sejarah, ‘akar’ yoga kuno memang jauh lebih tua daripada pilates. Yoga sudah disebut di teks Rig Veda yang sudah ada sejak 3500 tahun lalu. Juga sudah ada deskripsi teknik fisik mirip asana yoga yang dilakukan Buddha kurang lebih 2500 tahun lalu (The Truth of Yoga: Daniel Simpson, 2021).
Sementara itu, yoga modern (yang fokus ke asana/ pose fisik) juga sedikit lebih tua dari pilates. Menurut Mark Singleton dalam bukunya Yoga Body: The Origins of Modern Posture Practice (2010), yoga modern yang didominasi praktik asana mulai muncul tahun 1920-an, saat gerakan budaya fisik melanda Barat kemudian menular ke Timur. Sejumlah pose yoga dikatakan meminjam senam/ gymnastics Skandinavia.
Fokus yoga modern ialah menyehatkan dan menguatkan raga sehingga mau tak mau lebih mengesampingkan aspek spiritualnya. Masyarakat India membuat yoga menjadi lebih ‘fisik’ seiring dengan kebutuhan mereka untuk memerdekakan diri dari Inggris. Perjuangan kemerdekaan tak bisa dilakukan jika fisik orang India lemah. Di sini yoga dikemas sebagai bentuk olahraga untuk menempa jiwa dan raga mereka.
Riwayat Pilates
Pilates diciptakan oleh Joseph Pilates dari Jerman, sebuah negara yang juga menjadi pusat tren budaya fisik di abad 19 dan awal abad 20. Tren latihan menempa fisik untuk kesehatan muncul di Jerman, Inggris dan AS sejak abad 19 (Body Culture: Bryan Turner et al, 2009).
Joseph sendiri juga memiliki riwayat kesehatan yang memprihatinkan saat anak-anak, mirip dengan masa kecil guru yoga BKS Iyengar yang juga sakit-sakitan lalu diberi latihan fisik dan menemukan manfaat terapeutik olahraga dalam hidup mereka dan ingin menyebarkan manfaat itu ke orang lain sebanyak mungkin.
Joseph muda aktif latihan gymnastics, binaraga, olahraga klasik khas Romawi dan Yunani, tinju, akrobat, ski, diving, hingga disiplin dari Timur seperti yoga, taichi, seni beladiri dan meditasi Zen (pilatescentral.co.uk). lalu menjadi tahanan perang Inggris saat Perang Dunia I berkecamuk tahun 1912 (britannica.com). Dalam penjara, ia menggodok sistem olahraganya sendiri yang kelak menjadi Pilates yang kita kenal sekarang.
Jadi bisa dikatakan, yoga modern dan pilates muncul dalam pengaruh tren budaya fisik yang sama. Ada percampuran gymnastics Eropa dengan latihan angkat beban (bodybuilding) yang kemudian bersenyawa dengan unsur-unsur lainnya dan membentuk disiplin ‘baru’ yang unik.
Pada tahun 1923 Joseph Pilates pindah ke New York, tempatnya bersama Clara Zuener membuka studio pilates pertama yang segera populer di kalangan peballet profesional seperti George Balanchine dan Martha Graham. Di dekade yang sama, yoga juga sedang menjalani transformasi menjadi yoga yang lebih bersifat fisik.
3 Persamaan Yoga dan Pilates
Terlepas dari sederet perbedaan tersebut, yoga dan pilates juga memiliki sejumlah kemiripan.
Kemiripan-kemiripan tersebut disinggung oleh John Howard Steel, salah satu murid pertama yang diajar oleh Joseph Pilates. Dalam bukunya Caged Lion, Steel menjelaskan panjang lebar mengenai kualitas dan karakteristik yang mirip antara yoga dan pilates.
Menurut Steel, yoga dan pilates sama-sama memiliki daya tarik yang sangat besar sehingga tak heran jutaan orang menekuninya hingga hari ini di seluruh dunia.
“There is something to Pilates, like there is to yoga, that draws huge numbers of people to it,” tulis Steel dalam bab ke-10 di bukunya.
Persamaan kedua ialah bahwa baik yoga dan pilates menempatkan pikiran kita dalam sebuah zona mental istimewa. Di dalam zona ini, seseorang yang merasa susah payah akan mendapatkan rasa gembira.
Steel menuliskan: “Lain dari program olahraga serupa kecuali yoga, pilates menarik saya untuk masuk ke dalam isi pikiran ini.”
Ia meyakini bahwa ini bisa terjadi karena adanya kombinasi fokus mental dan kerja fisik yang dibutuhkan untuk melakukan semua gerakan yang diinstruksikan selama kelas pilates secara akurat.
Persamaan ketiga ialah bahwa baik yoga dan pilates sama-sama membuat pikiran manusia masuk ke dalam sebuah keadaan mental yang disebut “Flow”. Istilah ini dipakai oleh psikolog dan dosen Dr. Mihály Csíkszentmihályi dalam bukunya yang berjudul Flow, the Psychology of Optimal Experience tahun 1990.
Flow ini didefinisikan sebagai sebuah kondisi mental saat ego manusia runtuh, waktu berlalu lebih cepat, tiap gerakan dan pikiran bergerak beriringan tanpa putus. Seseorang dalam kondisi Flow merasakan semua aspek dalam dirinya terlibat dan ia menggunakan keterampilannya yang terbaik di dalamnya. Tapi syaratnya, seluruh perhatian orang tersebut harus fokus dan menikmati 100% pada apa yang dilakukan. Sensasi enjoyment ini dikatakan bisa melampaui kesenangan sesaat (pleasure). Enjoyment tersebut membuat hidup menjadi lebih bermakna dan kaya.
Csíkszentmihályi menyamakan kondisi Flow itu dengan yang terjadi saat seseorang latihan yoga. Dan Steel menyimpulkan bahwa simpulan tersebut juga bisa berlaku untuk pilates yang ia tekuni karena dalam pilates juga diperlukan kegigihan dalam menyatukan gerak, fokus, dan napas, membutuhkan motivasi diri yang tinggi dan kedisiplinan berlatih serta memberikan rasa nikmat yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. (*/)