AI SEBAGAI ALAT MEMBANGKITKAN MEDIA LOKAL

Media lokal bisa memanfaatkan AI sebagai tim redaksinya. (Foto: Pexels.com)

MEMBICARAKAN Artificial Intelligence, kita sering berputar-putar soal ketakutan apakah manusia seperti kita akan kekurangan lapangan kerja jika AI makin meraja di dunia kerja.

Atau kalaupun tidak, kita akan tertarik soal resep merangkai kata-kata berupa writing prompts yang efektif dan efisien untuk mengarahkan AI agar AI bisa menghasilkan tulisan dengan mutu dan karakteristik yang sebisa mungkin mendekati standar yang kita tetapkan.

Menurut saya, topik-topik itu memang tidak ada yang salah tetapi sejujurnya sudah terasa usang dan kita sudah seharusnya beranjak ke fase berikutnya: mencari celah untuk memanfaatkan AI sebagai alat bantu kita.

Baru-baru ini saya mendengarkan episode teranyar siniar di Spotify dari Paul Roetzer dan Mike Kaput dari kanal “The Artificial Intelligence Show”.

Kebetulan di dalamnya membahas isu penting bagi saya: “Kebangkitan Jurnalis AI”. Karena pekerjaan saya selama 14 tahun terakhir ini memang seputar media dan jurnalistik.

Serbuan AI ke Dunia Jurnalistik

Tak bisa disangkal bahwa sekarang perusahaan-perusahaan media makin getol mengadopsi AI. Di luar negeri media BuzzFeed sudah membuat kuis-kuis asyik dengan bantuan AI dan para pembaca menyukainya.

Di Indonesia sendiri, media Kompas sudah secara terbuka menerapkan AI dalam penulisan artikelya. Saya sudah menemukan sebuah artikel di kompas.com yang ditulis oleh AI. Anda bisa membacanya di sini.

Sekarang ini sudah muncul TryJournalist yang memungkinkan Anda mendapatkan sejumlah artikel orisinal (bukan hasil plagiarisme) hanya dengan memberikan instruksi berupa kata kunci/ topik tertentu yang spesifik.

Jurnalis AI ini tak cuma menghimpun informasi berupa artikel-artikel yang tayang di Internet tapi juga memantau perbincangan secara real time di dunia maya.

Lalu ia memilah sumber yang dianggap terpercaya dan mengambil intisarinya dan memahaminya dan ia mengolah semua itu menjadi sebuah artikel otentik yang menaati kaidah jurnalistik, demikian klaim pembuat model AI ini.

Manusia Jurnalis Belum Bisa Terganti Tapi…

Dalam siniar tersebut, Roetzer menyatakan bahwa bagaimanapun juga belum ada AI yang bisa menggantikan kerja jurnalis yang mencari sumber lalu mewawancarainya secara langsung.

AI hanya bisa merangkum dan mencomot tulisan dan artikel produk jurnalistik hasil kerja para wartawan tersebut sehingga bisa dikatakan manusia jurnalis masih belum bisa tergantikan setidaknya saat ini dan beberapa tahun ke depan sampai AI bisa menguasai keterampilan berbicara, menyusun pertanyaan lalu melaksanakan wawancara dan melakukan penulisan hasil wawancara dan menyuguhkan hasil akhirnya dalam bentuk tulisan yang relevan dengan kebutuhan dan selera pembaca media tempatnya bekerja.

Roetzer menyarankan bahwa jurnalis bisa memanfaatkan AI untuk mengerjakan tugas-tugas yang membosankan dan memakan banyak waktu misalnya menulis rangkuman mengenai isu terkini sebagai pembukaan dalam artikel berita.

Jurnalis kemudian bisa memperkaya tulisan/ karya jurnalistiknya pada bagian inti dengan menuangkan hasil analisis dan hasil wawancara dengan narasumber.

Selama ini memang AI tampak seperti ancaman besar bagi jurnalisme setelah kebangkitan Internet. Bisnis jurnalistik gaya lama seperti majalah, surat kabar dan radio banyak yang gulung tikar setelah Internet merambah ke segala lini kehidupan termasuk sektor informasi. Dan AI melengkapi ‘penderitaan’ para jurnalis yang gagap teknologi.

Tapi bagi para jurnalis yang tanggap terhadap perkembangan teknologi AI, justru beban kerja mereka akan lebih ringan berkat penggunaan AI di ruang redaksi.

Jadi, kembali lagi ini adalah seleksi alam ala Charles Darwin. Survival of the fittest. Bagi yang mau beradaptasi terhadap AI, pintu peluang terbuka lebar. Bagi yang enggan mengikuti, siap-siap terpental.

Memberdayakan Media Lokal dengan AI

Di kesempatan yang sama, Roetzer menambahkan bahwa masyarakat kita membutuhkan lebih banyak outlet media lokal yang bisa memberitakan isu-isu yang terlewatkan oleh media-media arus utama nasional yang biasanya punya modal dan SDM jauh lebih masif.

Dan di media-media lokal beginilah AI bisa membantu. Kenapa? Sebab biasanya media-media lokal seperti ini sangat minim SDM dan modal.

Kalau Anda mencermati, bisnis-bisnis media lokal cuma diperkuat redaksi yang beranggotakan sekitar 10-20 orang. Dengan skala itu pun, perusahaan media lokal itu sudah bisa dikatakan punya bentuk hukum dan resmi tercatat di Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) atau organisasi formal sejenis.

Di lapangan, media-media lokal yang bermain di kawasan-kawasan khusus dengan fokus berita-berita yang hiperlokal alias sangat spesifik untuk warga kawasan tersebut bisa dikatakan cukup jarang dan bahkan hingga saat ini belum ada database resmi soal jumlah media online lokal di semua daerah di nusantara.

Eksperimen Menerapkan AI di Proyek Media Lokal

Saya sendiri sudah memulai sebuah proyek media lokal tanpa bantuan sebuah tim dan mencoba memberdayakan potensi AI ini dalam proses menyusun artikel berita yang ada.

Contohnya saat saya ingin menyuguhkan artikel mengenai belasan tujuan wisata lokal di kawasan Provinsi Banten, saya bisa dengan lebih cepat merangkum begitu banyak artikel lain dan merangkum, lalu menulisnya ulang dengan bantuan Claude AI, sebuah asisten AI alternatif ChatGPT yang populer itu.

Dengan berbekal writing prompts yang spesifik dan tepat, hasilnya pun bisa lebih natural jika dibaca pembaca awam.

Tentunya, sebagai bentuk dari penerapan etika jurnalisme, saya cantumkan keterangan bahwa artikel tersebut ditulis dengan bantuan AI dan merupakan hasil dari pemadatan informasi dari sejumlah sumber yang sudah ada di dunia maya.

Pernyataan ini sangat penting karena setidaknya kita harus memberitahu bahwa pembaca sedang menikmati sebuah tulisan karya AI yang disunting oleh manusia sehingga mereka tidak merasa sedang ditipu. Dan membuat artikel tulisan AI seolah-olah hasil kerja manusia sepenuhnya menurut saya sangatlah tidak etis.

Kabar gembiranya, artikel hasil tulisan AI ini mampu menarik pembaca karena memiliki relevansi dengan kebutuhan mereka untuk menghabiskan liburan panjang Idulfitri 2024 nanti tanpa harus keluar banyak uang karena semua tujuan wisata ini relatif dekat dengan tempat tinggal mereka di kawasan Banten.(*/)

This entry was posted in Blog. Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *