LEE TANG adalah pemuda yang sering dirisak dari kecil. Ia tidak memiliki kekuatan super atau semacamnya. Ia juga tidak kharismatik. Bahkan tubuhnya kurus dan mukanya pucat pasi.
Jika ia memiliki satu keistimewaan, itu adalah instingnya dalam memilih penjahat untuk dibunuh. Penjahat-penjahat ini biasanya sudah diendus oleh pihak penegak hukum tetapi tidak bisa diberi hukuman setimpal karena kurangnya barang bukti atau kesaksian. Mereka pun bisa bebas berkeliaran seenaknya.
Selain itu, Lee Tang memiliki keberuntungan untuk bisa membunuh korban-korbannya ini tanpa meninggalkan jejak dan bukti kuat sehingga aman dari jeratan hukum. Paling sial ia hanya bisa dicurigai atau jadi tersangka tetapi tidak bisa dijebloskan ke penjara atau divonis sebagai pesakitan karena tindakannya membalaskan dendam keluarga orang-orang yang dibunuh oleh para penjahat tersebut.
Dalam kenyataannya, peran korban dan pelaku kejahatan memang sangat kompleks dan bisa berubah begitu drastis tatkala kita menggunakan sudut pandang yang sama sekali berbeda.
Misalnya apa yang kita saksikan di Indonesia saja deh. Terjadi sejumlah kasus yang mencederai rasa keadilan karena mereka yang seharusnya mendapatkan keadilan justru malah dijadikan pesakitan. Korban yang melawan penjahat malah dijadikan tersangka. Ada juga korban kekerasan begal yang malah dijadikan tersangka kejahatan. Sontak publik mengecam polisi yang seolah tidak paham duduk perkara. Anda bisa membacanya di sini dan di sini.
Spoiler alert saja, Lee Tang akhirnya bisa bebas menjalani kehidupannya kembali seperti dulu sebelum ia terjerat serentetan kasus pembunuhan. Saya sendiri lega karena saya tahu bahwa ia bukanlah seorang yang dari dalam hatinya memiliki itikad jahat. Ia hanya korban yang kemudian terpaksa mempertahankan dirinya dan upayanya mempertahankan diri itu dicap jahat oleh hukum yang berlaku.
Di sini, saya yakin bahwa keadilan yang sempurna dan hakiki memang mustahil untuk dicapai di dunia fana ini. Pasti ada ketidaksempurnaan dalam menegakkan keadilan betapapun manusia penegak hukum berupaya.
Masalahnya sekarang ini kita menyaksikan banyaknya penegak hukum yang tidak berdaya mempertahankan keadilan. Sebagian malah terjun dalam berbagai hal yang pada akhirnya mencederai rasa keadilan dan ikut menjadi bagian dari kriminalitas tapi hampir selalu berhasil lolos dari jeratan hukum karena paham celah yang bisa mereka manfaatkan.
Lihat saja PBB yang tak berdaya di tengah genosida Palestina, Eropa dan AS yang konon membela HAM tapi toh mendukung genosida Palestina, dan carut marutnya kepolisian dan KPK di negara ini. Sejumlah petugas KPK yang seharusnya bersih malah tertangkap basah melakukan pungutan liar. Terus bagaimana pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme jika alat pembersihnya (KPK) saja kotor dan tak berfungsi sebagaimana mestinya?
Tapi memang sungguh naif untuk mengharapkan keadilan sempurna di muka bumi ini. Suatu saat nanti, entah kapan, mereka akan menemukan pembalasan setimpalnya juga. Tuhan tidak buta dan tuli. (*/)