PENGANTAR: Saya menulis artikel ini 2015 lalu dan menayangkannya kembali di sini untuk dokumentasi. Berikut profil Christian Nugroho sebelum menjadi Senior Vice President di Traveloka.
16 Mar 2015 Hits : 3,470
Christian Nugroho (27) merasa puas saat orang berterima kasih padanya. Insinyur lulusan Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung tahun 2009 itu sekarang tertarik dengan industri perhotelan. Ia saat ini masih bekerja untuk sebuah korporasi multinasional sembari menjalankan bisnis hotel orang tuanya di Yogyakarta, Hotel Gallery Prawirotaman. Christian mengakui beruntung dapat bekerja di posisinya sekarang. Di tempat kerjanya, ia diberikan akses ke berbagai bidang bisnis dalam perusahaan sehingga tidak terpaku dalam satu bidang saja sebagaimana yang dialami banyak orang. Baginya bekerja di perusahaan besar bukan untuk mengejar posisi atau jabatan, tetapi untuk mendapatkan kesempatan menimba ilmu dari para profesional yang lebih berpengalaman. Kelak ia yakin pengalaman itu akan berguna dalam mengembangkan hotelnya nanti.
Demi meningkatkan kompetensinya sebagai pebisnis muda, Christian tidak membuang waktu yang ada. Begitu ia mendapatkan kesempatan studi lebih tinggi di tahun 2013, ia pun memutuskan kuliah di National University of Singapore (NUS). Dalam waktu kurang dari dua tahun saja, penggemar olahraga angkat beban ini sudah menggondol gelar Master of Business Administration (M.B.A.). Tak cuma memperkaya pengetahuan dari ranah akademis, Christian yang gemar membaca buku bertema sejarah, SDM, bisnis dan pemecahan masalah ini juga belajar langsung dari praktik-praktik bisnis yang lebih mapan dengan bekerja dalam divisi business development di sebuah perusahaan Jepang (2014) dan di Jakarta (2009-2013).
Tidak heran dengan semua pencapaian itu, lajang kelahiran 13 Desember 1987 ini memiliki banyak pengalaman dalam bidang manajemen hotel, pengembangan bisnis, dan manajemen proyek. Tekad baja dalam mencapai impian tecermin dari wajah Christian (C) saat bercakap-cakap dalam sebuah wawancara dengan Ciputra News (CN) mengenai pekerjaannya dan bisnis hotelnya.
CN: “Apakah teman-teman di kampus juga banyak yang bekerja kemudian mendirikan bisnis sendiri?”
C: “Ada sebagian teman di ITB yang bekerja untuk perusahaan multinasional dan ada juga yang membuka usaha sendiri. Teman-teman saya di Singapura lebih banyak yang bekerja untuk perusahaan besar. ”
CN: “Lebih enak menjadi karyawan atau entrepreneur?”
C: “Lebih enak jadi entrepreneur. Karena kita bisa lebih bebas dalam mewujudkan ide-ide kita, asal dibarengi kemampuan untuk merealisasikannya. Ide-ide kita tidak akan terbuang sia-sia jika menjadi entrepreneur. Menjadi entrepreneur itu harus mau bekerja selama 24 jam. Kalau kita sebagai karyawan, apakah mau bekerja sampai pukul 9 malam atau lebih? Kalau entrepreneur lain karena bisa terus bekerja tanpa merasa dipaksa.
Saya pulang kantor pukul 7 malam dan setelah itu saya masih menyempatkan untuk memeriksa email khusus bisnis hotel saya. Saya harus membagi waktu, karenanya saya tidak bawa pekerjaan kantor saat pulang. Tetapi jika memang harus lembur, saya tidak menolak juga agar kinerja tidak buruk.“
CN:”Apa pendapat Christian tentang makin tingginya jumlah kelas menengah di Indonesia terkait dengan bisnis?”
C:”Kelas menengah ini membutuhkan wisata. Akan membosankan jika hanya berlibur di tempat-tempat yang sudah biasa dikunjungi. Karena itu, kita harus merambah tempat-tempat baru, yang lebih unik. Kelas menengah ini kebanyakan anak-anak muda yang sudah tech-savvy (akrab dengan teknologi) sehingga membuat kita juga harus menyesuaikan metode marketing. Tidak bisa lagi mengandalkan marketing cara lama seperti brosur dan sejenisnya. Meski harus diakui cara konvensional seperti itu masih berlaku untuk B2B (business to business).
Dulu sekitar tahun 1990-an, setahu saya hotel bintang 4 itu masih bagus sekali tetapi sekarang hotel yang sama ukurannya makin kecil dan layanannya makin berkurang. Hal ini juga terjadi di industri penerbangan. Dulu lebih bagus tetapi sekarang mulai dipangkas sana-sini supaya lebih murah. Saya melihat banyak orang yang merasa kurang nyaman. Saya ingin orang masih tetap nyaman sambil menjaga kualitas layanan.”
CN:”Mengapa tidak tertarik dengan Internet startup seperti banyak anak muda sekarang yang ingin membuat Facebook atau Twitter berikutnya, dan memilih industri hotel?”
C:”Saya tidak punya pengalaman di industri itu, pertama. Kedua, passion juga tidak ada. Meski awalnya yang membangun bisnis ini adalah orang tua, begitu ditekuni saya merasa service industry itu menyenangkan. Passion saya menyenangkan orang. Saat melihat orang senang, saya juga ikut senang.”
CN:”Apa yang ditangani Christian di hotel?”
C:”Banyak hal yang saya ikut tangani, dari penentuan target, menentukan anggaran (budget), rencana bisnis tiap bulan, pencapaian target itu, hingga masalah taktisnya. Misalnya sekarang kami banyak memberikan arahan bagi sales staff mengenai penawaran dan tender bisnis yang berkaitan dengan hotel kami. Yang tak kalah pentingnya adalah di lapangan kami harus melihat dengan sungguh-sungguh bagaimana interaksi tamu dan pihak staf hotel, supaya mencegah adanya masalah di lapangan yang tidak tertangani dengan baik. Ini penting untuk memastikan apa yang dirasakan customer dan apakah staf benar-benar bekerja dengan maksimal. Saya yakin bahwa sekarang zamannya sudah berorientasi konsumen, bukan berorientasi produk.”
CN:”Apakah dulu di kampus pernah mengikuti mata kuliah entrepreneurship?”
C:”Dulu pernah ada memang tetapi saya memilih tidak mengikutinya karena belum terpikir untuk menjadi entrepreneur. Saya lebih tertarik pada intrapreneurship, karena resource lebih banyak. Bukan cuma uang tetapi network, infrastruktur dan sebagainya.”
CN:”Kalau teman-teman Christian lebih banyak terjun ke bidang bisnis apa?”
C:”Karena kelas menengah makin banyak, biasanya teman-teman saya di Indonesia lebih tertarik menggarap bisnis consumer goods (barang konsumer) seperti garmen untuk pakaian muslim, dan sebagainya. Sementara teman-teman kuliah di Singapura lebih banyak berkecimpung di bidang bisnis Internet dan TI.”
CN:”Siapa role model atau panutan Christian?”
C:”Saya memiliki seorang direktur, CEO, yang memberikan inspirasi. Begitu saya masuk dalam perusahaan tersebut, ia membimbing saya. Saya mengaguminya karena ia memiliki kemampuan berbicara di depan publik yang baik, dan saya merasa bisa belajar banyak darinya. Ia juga percaya dengan keharusan mengembangkan talenta yang bagus.”
CN:”Di bisnis hotel, bagaimanakah mendapatkan dan mempertahankan staf?”
C:”Cukup sulit, karena tingkat turnover relatif tinggi. Sebentar pindah. Untuk mendapatkan orang yang tepat di posisi yang tepat juga susah. Jadi kami berupaya menggunakan sumber daya yang ada dan memberikan bimbingan pada mereka.
Hal lain yang tak kalah penting ialah bagaimana mendapatkan orang yang bisa menempatkan diri dalam posisi konsumen. Karena harus melakukan hal yang sama terus menerus seperti memberitahukan hal-hal yang sudah lazim bagi mereka, mungkin staf bisa bosan dan menjadi kurang ramah dalam melayani tamu. Bila mereka bisa memahami posisi konsumen yang masih belum familiar dengan kondisi hotel, mereka akan dapat berempati dan bersikap lebih ramah saat berhadapan dengan mereka.”
CN:”Bagaimana pengalaman berbisnis dengan orang tua? Apakah ayah masih sering memberikan mentoring?”
C:”Papa masih aktif di operasional hotel. Beliau sudah berpengalaman di urusan perizinan, humas, barang, pembangunan hotel dan sebagainya. Tetapi untuk marketing dan service, saya lebih banyak menangani.”
CN:”Bagaimana menghadapi tamu yang terlalu kritis?”
C:”Kami bisa pahami dulu mereka, meminta maaf juga. Tetapi kalau dirasa sudah melampaui batas, kami akan coba jelaskan situasinya dengan sabar. Seperti saat seorang tamu yang menuntut fasilitas tertentu yang memang dalam standar hotel bintang 4 tidak disediakan tetapi ia bersikukuh memintanya. Tentunya kami tak bisa memenuhi keinginannya.
Namun, secara pribadi saya belum pernah menemui tamu yang sangat menjengkelkan. Enaknya berbisnis hotel itu adalah kami lebih banyak bertemu dengan orang yang senang berkat atmosfer liburan. Saat liburan, orang biasanya akan lebih suka bersenang-senang dan bukan membuat keluhan. Mungkin nanti akan berbeda dengan jenis tamu bisnis yang menuntut kualitas pelayanan yang lebih baik. Tetapi di hotel kami lebih banyak tamu yang berlibur, bukan bekerja.”
CN:”Di tahun ini, bagaimana target yang ingin dicapai oleh bisnis hotel Anda? Apakah ada rencana menjadikan bisnis hotel ini sebagai hotel chain?”
C:”Kami masih baru jadi kami masih terus belajar dan memantapkan semua sistem. Untuk rencana menjadikan hotel chain, saya lebih menyukai untuk mengelola beberapa hotel saja tetapi kualitasnya terjaga dan terstandarisasi. Laba memang penting tetapi bukan segalanya.” (*/Akhlis)