Kenapa Orang Makin Ramai Pindah Thread?

Akhir-akhir ini saya mencoba memulai menekuni Thread, jejaring sosial adik kandung Instagram dan Facebook itu. Dulu saat pertama lahir, Thread dicemooh sebab sangat mirip dengan X atau Twitter. Paling juga bentar lagi ilang, atau ditutup. Begitu cibir warganet.

Saya sendiri sudah lama punya akun Thread. Saya buka akun itu begitu diumumkan ada. Tujuannya supaya mengamankan username saja. Nggak muluk-muluk. Karena saya paham bahwa itulah yang dilakukan para sesepuh media sosial dulu juga. Saya belajar itu dari orang-orang semacam alm. Nukman Luthfie dan Wicaksono atau Ndoro Kakung. Kalau ada media sosial baru, mereka langsung buru-buru mendaftar agar usernamenya bisa bebas pilih sesuka mereka. Patsinya agar usernamenya sama persis dengan akun-akun media sosial terdahulu sehingga orang tak akan kebingungan mencari mereka di media sosial baru.

Table of Contents

Belum Jenuh

Nah, saya beberapa minggu lalu cukup terkejut karena saat saya iseng buka Thread, kok ternyata makin ramai. Ada banyak orang mencoba peruntungan baru di media sosial ini. Biasalah, saat mereka jenuh dan tak bisa lagi menengguk untung dari media sosial lain (TikTok, Instagram, X, Youtube) mereka pun merambah ke media sosial lain yang masih segar dan potensial. Thread adalah salah satu yang belum jenuh dengan persaingan meski ya orang-orang dengan tingkat popularitas tinggi di Instagram bisa dengan lebih mudah mendapatkan fanbase juga di Thread itu.

Saya sendiri menduga bahwa X atau Twitter yang sekarang dikendalikan Elon Musk itu jadi kehilangan esensi dan keasyikannya sebagai media sosial. Fitur-fitur gratisnya terbatas, iklan makin banyak.

Tapi sebenarnya tak cuma itu. Warga Twitter konon sangat toksik. Setidaknya itu yang saya ketahui dari salah satu dedengkotnya Twitter yang sudah nge-tweet dari 2009, sama seperti saya. Bedanya saya bukan selebtwit atau selebritas seperti Radit. Menurut Raditya, Twitter terlalu ramai dan penuh konflik.

Ia mengatakan via grid.id, tanggal 18 Juni 2019 “Dulu seseru itu. Cuma, gue gak tahu kapan dan apa yang terjadi, lama-lama banyak orang berantem di situ. Ada bot lah, ada apa lah, dukung ini, dukung itu, bahkan itu terjadi sama orang-orang yang gue follow. Jadi ribut sendiri, dan menurut gue itu toxic banget sih.”

Karena akun Twitternya nganggur, ternyata ada pihak-pihak tak bertanggung jawab yang membuat akun lain yang mengaku punya Raditya sehingga ia akhirnya konfirmasi ke akunnya dan hingga sekarang ia masih enggan nge-tweet lagi. Mungkin trauma sekali dengan nyinyirnya orang-orang Twitter yang sok cerdas dan intelek.

Pola Berulang

Sebagai orang yang sudah makan asam garam dunia media sosial sejak 2009 juga (ya saya juga anak pengguna MXit, MySpace dan Friendster sebelum era Facebook), pola yang sama terus berulang. Ada yang baru, jadi hype, lalu populer dan makin matang, lalu pengelolanya membuat perubahan dan jadi nggak asyik lagi lalu lama-lama bubar atau berubah bentuk.

Saya sendiri sudah hampir kehabisan energi untuk bermedia sosial. Saya punya akun X, Instagram (tapi Facebook sudah saya hapus), Thread, YouTube, dan beberapa blog seperti WordPress dan Medium. Sudah, saya merasa tak sanggup lagi kalau harus aktif di media sosial atau platform lain. LinkedIn saja saya sudah tak melirik karena kalau saya ke sana cuma untuk melihat-lihat pasti bakal depressed sebab orang-orangnya juga pamer prestasi dan posisi dan kadang juga keluhan susahnya mencari kerja di zaman resesi ekonomi global dan geopolitik jelang perang Dunia 3 ini. Memang LinkedIn agak berbeda dari Instagram, yang orang-orangnya ‘dijual adalah’menjual’ fisik tapi ya intinya sama saja: pamer.

Meski saya juga harus akui, kalau mau belajar dari media sosial juga bisa banget. Ada banyak juga orang-orang hebat mau berbagi ilmu dan pengalaman di sana saban hari. That’s good and a blessing tapi ya kalau Anda cuma mengikuti orang itu saja. Kalau Anda mengikuti orang lain yang tak seinspiratif itu, pastinya bakal merusak energi Anda juga saat membaca postingan mereka.

But anyway, Thread menurut saya menawarkan kesegaran. Saat media sosial lain mulai stagnan, algoritmanya sudah mulai susah ditebak dan tak memihak pendatang baru yang mengais perhatian warganet, ya tiada cara lain selain menjajaki lahan baru. Enjoy while this freshness still lasts. (*/)

This entry was posted in Blog and tagged , . Bookmark the permalink.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *